Di dalam artikel sebelumnya yang berjudul "Jawaban Komnas HAM Terkait Wajib Kerja Dokter Spesialis" menyatakan bahwa Perpres no. 4 tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) perlu dievaluasi dan atau direvisi karena diduga melanggar HAM dan Konvensi ILO. Pernyataan Komnas HAM ini tertuang di dalam surat resminya tanggal 15 Juni 2017 dengan Nomor 835/R-PMT/VI/2017.

Setelah mempelajari data, informasi dan keterangan dari hasil diskusi Focus Group Discussion (FGD) pada tanggal 17 April 2017. Komnas HAM merumuskan 5 point rekomendasi untuk :

  1. Melakukan evaluasi dan/atau revisi terhadap Perpres no 4 tahun 2017, karena ketentuan yang ada di dalamnya diduga bertentangan dengan Konvensi ILO 105 dan Undang Undang Praktik Kedokteran, khususnya yang mengatur mengenai pemberlakuan WKDS bagi dokter spesialis lulusan PPDS yang biaya pendidikanya ditanggung secara pribadi (mandiri) maupun dari bantuan biaya pendidikan pihak swasta/yayasan, ancaman sanksi yang menyertainya serta batas waktu pelaksanaan WKDS yang tidak jelas, sebagaimana tertera dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) dan (2), Pasal 19, Pasal 20 ayat (1) huruf a dan Pasal 21 ayat (1), (2), (3) pada Perpres no 4 Tahun 2017.
  2. Memberikan kesempatan kepada dokter spesialis lulusan PPDS, khususnya yang biaya pendidikanya ditanggung secara pribadi (mandiri) maupun dari bantuan biaya pendidikan pihak swasta/yayasan untuk menentukan pilihan dan kesediaanya di tempatkan didaerah terpencil, perbatasan dan kepulauan atau rumah sakit rujukan regional/provinsi. Artinya, penempatan dokter spesialis lulusan PPDS yang biaya pendidikannya ditanggung secara pribadi (mandiri) maupun dari bantuan biaya pendidikan pihak swasta/yayasan didaerah berdasarkan kesukarelaan (tanpa paksaan dan ancaman hukuman/sanksi).
  3. Melakukan optimalisasi dalam pendayagunaan dokter spesialis lulusan PPDS yang biaya pendidikanya berasal dari program beasiswa pemerintah pusat maupun daerah (tugas belajar), untuk mengatasi persoalaan disparitas pemerataan dokter spesialis didaerah.
  4. Melakukan pembenahan terkait kebijakan dalam penyelenggaraan PPDS dengan memperbanyak jumlah penyelenggaraan PPDS, misalnya dengan memberikan kesempatan kepada perguruan tinggi swasta untuk menjadi penyelenggara PPDS, sepanjang memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku. Selama ini penyelenggaraan PPDS hanya ada di perguruan tinggi negeri dan jumlah mahasiswa yang dapat diterima pun jumlahnya sangat terbatas.
  5. Menyusun kebijakan yang mengatur standarisasi biaya PPDS, sehingga biayanya dapat ditekan dan terjangkau. Dengan demikian makin banyak dokter yang dapat menempuh PPDS. Selama ini biaya yang dibutuhkan untuk menempuh PPDS makin sangat tinggi dan belum ada keseragaman antar perguruan tinggi penyelenggara PPDS.

Penting di sampaikan bahwa Komnas HAM RI mendukung pemerintah dalam upaya memenuhi hak atas kesehatan bagi warga negaranya melalui program penempatan dokter spesialis didaerah guna meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia. Namun demikian, hendaknya pemenuhan hak tersebut tidak dilakukan dengan cara mengabaikan hak dari dokter spesialis sebagai sumber daya manusia tenaga kesehatan.

Dr. Jamesallan Rarung sebagai Ketua Umum PDIB dan Dr. Patrianef sebagai Sekjen beserta seluruh Pengurus Pusat PDIB beserta Komnas Kesehatan, sangat berharap Pemerintah tidak mengabaikan Rekomendasi dari Komnas HAM ini. Karena akan menjadi catatan sejarah yang buruk dalam bidang pelayanan kesehatan di Republik Indonesia, jika tidak ada perbaikan dan pembenahan sesuai rekomendasi dari Komnas HAM ini.

Artikel Terkait

  1. Jawaban Komnas HAM Terkait Wajib Kerja Dokter Spesialis
  2. Tanggapan PDIB tentang Perpres Wajib Kerja Dokter Spesialis
  3. Menapaktilasi Kebangkitan Dokter Indonesia
  4. Sejarah Kedokteran Indonesia Pasca Orde Reformasi
  5. Dibalik Aksi Demo Nasional Dokter Indonesia Yang Pertama Kalinya