Jakarta - Pelaku pemalsu vaksin sulit diberantas. Mereka kembali muncul, padahal beberapa waktu lalu BPOM dan pihak kepolisian pernah melakukan penangkapan.

Menurut Plt Kepala BPOM Tengku Bahdar Johan Hamid, yang menjadi penyebab bisnis vaksin ini memiliki bisnis yang baik.

"Ini ada karena bisnisnya cukup baik dan mahal jadi timbul pemain-pemain baru. Dulu kita tangkap di Kramatjati sekarang di Bintaro, Bekasi, Kemang. Jd lain-lain. Waktu itu kita temukan vaksin hepatitis dijual di Medan. Karena mahal dan kadang-kadang tender itukan 1 set. Misal 40 item ada 1 vaksin dia nggak punya, kalau dia bilang nggak punya kan gagal semua, ini kadang-kadang dia main di satu vaksin itu," jelas Johan di kantornya di Jl Percetakan Negara, Jakarta, Kamis (23/6/2016).

"Kami koordinasi dengan Bareskrim tapi kami yang memastikan kandungannya dari tim ahli," tambahnya lagi.

Johan menjelaskan, guna mencegah menyebarnya vaksin palsu, BPOM dan pabrik-pabrik vaksin antara lain Indofarma dan Sanopi sudah membentuk tim. Nantinya akan dilakukan pemeriksaan ketat membasmi vaksin palsu.

"Semua konsumen yang curiga bisa hubung BPOM. Tadi dikasih tahu yang biofarma tutupnya abu-abu, kalau nggak abu-abu berarti palsu. Kalo yang Sanopi kemasannya lebih berkilat, kalau kemasan kacau jangan dibeli. Sanopi juga menjual produknya lewat aplikasi tidak lewat freelance atau eceran. Kalo Biofarma dari jalur-jalur resmi. Yang diamankan ini banyaknya dari jalur-jalur freelance," tegas dia.

"Jadi harus diingat jangan beli vaksin di tempat yang tidak resmi atau freelance. Dia datang satu kotak harganya murah," tambahnya.

Johan mengimbau masyarakat agar bertanya saat diinjek vaksin.

"Hati-hati dan tanyakan pada RS cukup satu kata, ini belinya di mana? Kalau dari freelance nggak jadi saja," tutup dia.


Sumber : detik