Sindrom metabolik yang mengarah pada diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan kelainan kompleks yang angka kejadiannya cukup besar di dunia1. Sindroma metabolik merupakan suatu kelainan yang terdiri dari beberapa keadaan patologis seperti obesitas, dislipidemia, hipertensi, dan resistensi insulin. Dimana, sindroma ini akan meningkatkan risiko 5 kali lebih besar terkena DM tipe 2 sehingga berakibat meningkatnya morbiditas dan mortalitas prematur. Hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius, mengingat prevalensi penyakit ini cukup tinggi baik di negara maju maupun negara berkembang2. 

Berdasarkan the National Health and Nutritional Examination Survey (NHANES), prevalensi sindrom metabolik pada orang dewasa di Amerika Serikat sebesar 34% pada tahun 2006. Sedangkan di negara berkembang seperti Asia Timur, termasuk China, Jepang dan Korea, prevalensi sindrom metabolik sebesar 24%. Di Indonesia sendiri prevalensi sindroma metabolik sebesar 17,2% pada tahun 2012. Prevalensi sindrom metabolik meningkat sesuai umur yang mencapai 40% pada usia 60 tahun3.

Resistensi insulin sendiri merupakan kondisi di mana tubuh tidak merespons dengan tepat terhadap insulin yang beredar. Resistensi insulin biasanya mendahului timbulnya DM tipe 2. Resistensi insulin ditentukan oleh gangguan sensitivitas insulin di organ target utamanya, yaitu jaringan adiposa, hati, dan otot4.

Pada pasien DM tipe 2, mekanisme sekresi insulin oleh glukosa dan sekresi insulin oleh hormon incretin seperti glukagon like peptide-1 (GLP-1) berkurang4. GLP-1 sendiri merupakan salah satu hormon gastrointestinal yang memiliki 30 rantai peptida asam amino yang diproduksi oleh enteroendocrine sel L, yang terletak pada usus bagian distal dan kolon ataupun proksimal usus kecil.


Urutan sekuens asam amino GLP-1

Glucagon like peptide 1 (GLP-1)

Pada tahun 1902, Bayliss dan Starling berspekulasi bahwa terdapat hormon yang disebut sekretin yang dapat menstimulasi sekresi beberapa faktor dari pankreas setelah mengkonsumsi bahan makanan5. Kemudian, nama inkretin diperkenalkan sebagai faktor yang disekresikan pada usus yang dapat menstimulasi aktivitas pankreas. Konsep kehadiran inkretin ini pada awalnya distimulasikan dengan memasukkan glukosa secara oral ke dalam tubuh yang terbukti dapat meningkatkan sekresi insulin dari pankreas6. GIP (Gastric inhibitory polypeptide) merupakan molekul inkretin pertama yang diisolasi dari mukosa usus. Selanjutnya, diketahui bahwa aktivitas inkretin tetap berjalan meskipun GIP dihambat kerjanya. Dengan demikian, diketahui terdapat inkretin lain selain GIP yang bekerja dalam menstimulasi sel-sel pankreas, yang kemudian dikenal dengan GLP-17,8.

Glucagon like peptide 1 (GLP-1) merupakan salah satu hormon incretin7. Konsep dari incretin diawali dengan hipotesis dari studi yang melaporkan semakin besarnya respon insulin terhadap glukosa oral dibandingkan konsentrasi yang sama dari glukosa intravena. Hal ini dipostulatkan bahwa substansi yang disekresi lambung, dilepaskan tergantung pemasukan nutrien oral, dimana potensi insulin sekretagogues ditambah pelepasan insulin. Pada 1986, Nauck et al. mempelajari efek incretin ini (respon insulin oral terhadap glukosa intravena) melalui pemberian 25, 50, 100 gr glukosa baik secara oral atau intravena untuk mempelajari subjek dan mengukur kadar C-peptide, yang digunakan sebagai marker endogen produksi insulin. Mereka menemukan bahwa derajat sekresi insulin, tergantung pada jumlah glukosa yang dikonsumsi dan bahwa incretin bertanggung jawab untuk sekitar 75% dari respon insulin setelah menelan 50 gr dari glukosa5.

GLP-1 dilepaskan oleh usus kecil dan usus besar sebagai respon pada proses pencernaan makanan. Hal ini akan menstimulasi sekresi insulin dari sel-sel beta pankreas. GLP-1 juga memiliki banyak peran yang menguntungkan dalam konteks terapi diabetes (Tabel 1). GLP-1 dapat menunda pengosongan lambung, menghalangi makanan untuk masuk kembali, meningkatkan sensitivitas insulin, menghambat sekresi glukagon, dan menstimulasi biosintesis insulin. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, molekul GLP-1 juga memberikan efek terhadap sel-sel β-pankreas, diantaranya meningkatkan proliferaasi sel-sel beta, menginduksi terjadinya neogenesis serta mencegah apoptosis sel β- pankreas9. Oleh karena itu, terapi dengan melibatkan GLP-1 untuk menangani kasus resistensi insulin yang biasanya memicu kondisi diabetes tipe 2 mulai banyak disoroti.

Efek GLP-1 pada berbagai organ10


Efek GLP-1 pada berbagai organ10

Mekanisme Kerja GLP-1 melalui Kontrol pada Sistem Saraf Pusat
Efek GLP-1 pada regulasi sentral dari makanan Efek dari GLP-1 pada kontrol Central Nervous System dari rasa kenyang telah diperiksa pada 1996 oleh Turton et al. Pada studi tersebut, tikus yang berpuasa menerima injeksi intracerebral ventricular dari GLP-1 atau kontrol saline, yang mengukur intake makanan pada interval serial 2 jam, dan minimal 72 jam antar injeksi. Peningkatan konsentrasi injeksi GLP-1, intake makanan secara progresif berkurang. Sebagai tambahan, mereka menunjukkan hambatan dari efek GLP-1 pada intake makanan dengan reseptor GLP-1 antagonis Exendin. Observasi ini merekomendasikan bahwa GLP-1 memiliki efek sentral signifikan pada pengurangan intake makanan. Lebih jauh lagi, dukungan aktivitas CNS, peneliti melokalisasi GLP-1 dan reseptornya terhadap amigdala dan hipotalamus. Meta-analisis studi dari subjek manusia telah menunjukkan bahwa GLP-1 terkait dengan dosis yang tergantung dari intake makanan. Efek GLP-1 pada sel islet pankreas termasuk peningkatan sekresi insulin yang bergantung glukosa dari sel β, peningkatan sekresi somatostatin dari sel γ, dan penurunan sekresi glukagon dari sel α. Kerja ini berkontribusi pada penurunan hasil glukosa hepatik10.

Mekanisme Kerja GLP-1 melalui Proliferasi, Neogenesis dan Ketahanan Hidup Sel-Sel Beta Pankreas

Masa sel-sel beta pankreas bersifat dinamis dan dapat berubah bergantung pada kondisi lingkungan dan perubahan fisiologis, termasuk resistensi insulin. Meskipun kapasitas replikasi sel beta pankreas tergolong sangat rendah pada manusia bila dibandingkan dengan hewan pengerat, replikasi sel-sel beta dapat meningkat pada kondisi tertentu seperti pada penderita tumor lambung11. Dengan demikian, proliferasi serta replikasi sel-sel beta pankreas dapat distimulasi oleh kondisi tertentu.

Keseimbangan masa sel-sel beta pankreas sangat bergantung pada keseimbangan neogenesisnya, termasuk proliferasi sel, diferensiasi, serta apoptosis. Pada penderita diabetes, jumlah sel-sel beta yang mengalami apoptosis lebih besar dibandingkan dengan proliferasinya12. Studi dengan menggunakan hewan model menunjukkan GLP-1 berperan penting dalam meningkatkan proliferasi serta diferensiasi sel-sel beta dan mempertahankan sel beta agar tidak mengalami apoptosis. Pemberian GLP-1 pada tikus muda maupun tikus tua dapat meningkatkan ekspresi Pdx-1 pada pankreas dan menginduksi proliferasi sel-sel beta13. Pemberian GLP-1 dapat meningkatkan proliferasi sel-sel beta yang dimediasi oleh PI3 kinase yang bekerja langsung pada DNA mensintesis faktor-faktor transkripsi. Faktor transkripsi yang telah dibentuk ini kemudian dapat menginisiasi terjadinya proliferasi sel-sel beta.

Ketahanan sel-sel beta yang dipicu oleh GLP-1 terutama dalam menginhibisi apoptosis sel. Hal ini melibatkan banyak jalur pensinyalan. Efek anti-apoptosis dari GLP-1 ini dimediasi oleh beberapa protein anti apoptosis seperti Bcl-2, Bcl-xl maupun cAMP. Sintesis protein-protein anti-apoptosis ini mengakibatkan pengaktivasian reaksi berantai yang menghindarkan sel-sel beta pankreas dari apoptosis (kematian)13.

Kesimpulan
GLP-1 dilepaskan oleh usus kecil dan usus besar sebagai respon pada proses pencernaan makanan. Hal ini akan menstimulasi sekresi insulin dari sel-sel beta pankreas. GLP-1 terutama berperan sebagai agen antihiperglikemik dengan memperlama pengsongan makanan dari lambung, menstimulasi proliferasi dan diferensiasi sel-sel β-pankreas serta menstimulasi rasa kenyang. GLP-1 juga memediasi sintesis protein-protein anti apoptosis yang meningkatkan ketahanan sel-sel beta pankreas.

 

DAFTAR PUSTAKA

  1. Stern M, Williams K, Gonzalez-Villalpando C. Does the metabolic syndrome improve identification of individuals at risk of type 2 diabetes and/or cardiovascular disease?. Diabetes Care. 2004; 27(11): 2676-81.
  2. Basciano H, Federico L, Adeli K. Fructose, insulin resistance, and metabolic dyslipidemia. Nutrition and Metabolism. 2005; 2(5).
  3. Tucci AS, Boyland EJ, Halford JC. The role of lipid and carbohydrate digestive enzyme inhibitors in the management of obesity: a review of current and emerging therapeutic agents. Diabetes, Metabolic Syndrome and Obesity: Target and Therapy. 2010; 3: 125-43.
  4. Zeyda M, Stulting TM. Obesity, inflammation, and insulin resistance-a mini-review. April 2009; 8: 379-386.
  5. Kolligs F, Fehmann HC, Goke R, Goke B. Reduction of the incretin effect in rats by the glucagon-like peptide 1 receptor antagonist exendin (9-39) amide. Diabetes. 1995; 44:16-9.
  6. Scrocchi LA, Brown TJ, MaClusky N, et al. Glucose intolerance but normal satiety in mice with a null mutation in the glucagon-like peptide 1 receptor gene. Nat Med. 1996; 2:1254-8
  7. Matthew C. Emerging therapies mimicking the effects of amylin and glucagon like peptide 1. Diabetes care. February 2006; 29(2).
  8. Baggio L. Glucagon like peptide 1, but not glucose-dependent insulinotropic peptide, regulates fasting glycemia and nonenteral glucose clearance in mice. Endocrinology. 2007; 141(10).
  9. Lee YS, Jun HS. Anti-diabetic actions of glucagon-like petide-1 on pancreatic beta-cells. Metabolism Clinical and Experimental. 2013; 63:9-19.
  10. Dungan K, Buse JB. Glucagon-like peptide 1-based therapies for type 2 diabetes: a focus on exenatide. Clinical Diabetes. 2005; Volume 23, No.2.
  11. Meier JJ, Butler AE, Galasso R, et al. Increased islet beta cell replication adjacent to intrapancreatic gastrinomas in humans. Diabetologia. 2006; 49:2689-96.
  12. Butler AE, Janson J, Bonner-Weir S, et al. Beta-cell deficit and increased beta-cell apoptosis in humans with type 2 diabetes. Diabetes. 2003; 52:102-10.
  13. Perfetti R, Zhou J, Doyle ME, Egan JM. Glucagon-like peptide- 1 induces cell proliferation and pancreatic-duodenum homeobox-1 expression and increases endocrine cell mass in the pancreas of old, glucose-intolerant rats. Endocrinology. 2000; 141:4600-5.

Apakah ini artikel favorite kamu? Ikuti Quiznya dan dapatkan hadiah menginap 2 malam di villa jimbaran bali

Quiz Doktersiaga Award